Merekamereka yang kuliah di SPG (Sekolah Pendidikan Guru) atau IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) dianggap mahasiswa kelas dua, juga lantaran biaya kuliahnya yang termurah dibanding jurusan lain. Penulis meyakini ini adalah faktor keberkahan dari pekerjaan guru. Dan keberkahan itu didapat tidak secara cuma-cuma, melainkan harus
Jangansampai murid berprasangka kepada gurunya sebab buruk sangka yang menyebabkan hilangnya keberkahan ilmu. Berbeda pendapat boleh, namun rasa hormat jangan sampai hilang dari seorang murid. Imam an-Nawawi, dalam kitabnya at-Tibyân fî Adâb Hamalati al-Qurân, menyebutkan doa agar kita terhindar dari mengetahui aib seorang guru.
Sebagaiseorang muslim kewajiban menuntut ilmu ialah seumur hidup, tidak hanya dibatasi 9 atau 12 tahun saja. Maka, pembelajar sepanjang hayat merupakan
Bagaimanapun guru adalah tetap guru. Tidak ada yang bisa menghilangkan status dan sumbangsih jasanya dalam menghantarkan seseorang mencapai Ilmu yang lebih tinggi dari gurunya. Tapi keberkahan ilmu hanya bisa didapat dari seorang guru," tegas Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayat Gerning Pesawaran ini.
Guru membimbing siswa untuk membuat kelompok dengan 3 atau 4 teman kelasnya. Kolaborasi • Guru mengarahkan siswa untuk memahami bacaan tentang penjumlahan pecahan • Guru menjelaskan materi pelajaran. • Guru membimbing siswa untuk menulis ulang materi dengan bahasanya sendiri di buku tulisnya. Mandiri, Tanggung jawab Menanya
soal matematika kelas 1 sd penjumlahan dan pengurangan bersusun. Tidak ada seorang pun dalam kehidupan kita selain kedua orang tua yang paling berjasa dan paling layak dihormati melebihi daripada guru. Guru merupakan pewaris ilmu, dan setiap pewaris ilmu adalah ulama, sedangkan ulama adalah pewaris para nabi. Kedudukan antara ilmu, guru dan ulama tidak bisa dipisahkan. Guru memiliki derajat dan martabat yang tinggi, sebagai murid kita harus senantiasa menghormati guru kita sendiri. Tidaklah heran kalau kita melihat para ulama sangat menghormati guru-guru mereka. Tanpa seorang guru, kita tidak mungkin bisa mengenal agama islam ini dengan baik. Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi pernah berkata, “Kalau bukan karena guruku, aku tidak akan mengenal siapa Tuhanku.” Supaya ilmu yang kita dapatkan dari para guru kita bisa bermanfaat dan barokah, ada beberapa tata krama yang harus diperhatikan, Datang Kepada Guru Dengan Tujuan yang Baik Seorang murid harus datang kepada gurunya dengan tujuan yang baik, yaitu untuk mendapatkan bimbingan dari sang guru supaya bisa lebih dekat kepada Allah Swt. Seorang murid yang hanya mencari keuntungan dunia atau mencari-cari kesalahan gurunya akan dijauhkan dari ilmu yang manfaat dan barokah. Melihat Guru Sebagai Pembimbing Menuju Keselamatan di Akhirat Hal inilah yang akan membuat seorang murid bersungguh-sungguh dalam belajar dan senantiasa memuliakan gurunya. Patuh Kepada Nasehat Guru Keberkahan ilmu tidak akan didapat jika murid tersebut tidak patuh terhadap perintah gurunya. Patuh di sini bukan hanya pada urusan ilmu saja, tapi segala isyarat dan anjuran yang disampaikan oleh guru. Setiap murid sebisa mungkin harus mematuhi perintah gurunya asalkan bukan dalam hal kemaksiatan. Mengabdi Kepada Guru Pengabdian di sini maknanya adalah kesiapan hati seorang murid untuk mengutamakan sang guru dari kepentingan dirinya sendiri. Selalu memperhatikan kebutuhan guru dan berusaha mendapatkan kerelaan hati dari sang guru. Semoga kita semua tergolong orang yang selalu memuliakan majelis ilmu dan ahli ilmu, aamiin.
– Al ilmu bi ta’allum wal barakah bil khidmah. Ilmu diperoleh dengan belajar, keberkahan ilmu diperoleh dengan khidmah. Inilah salah satu slogan para santri dan asatidz di pesantren-pesantren. Slogan ini bukan sekedar slogan. Ia memiliki makna yang berusaha diwujudkan dalam proses pendidikan di pondok pesantren. Bagian pertama tentu tidak asing di telinga umumnya anak-anak Indonesia. Mendapatkan ilmu memang harus dengan belajar. Tidak ada jalan lain misalnya dengan datang ke dukun meminta mantra-mantra tertentu untuk pintar, mandi kembang tujuh rupa, bertapa di kaki gunung, pakai contekan saat ujian, dan seterusnya. Semua itu mungkin membantu saat ujian, tetapi tidak menambah ilmu. Tidak ada cara lain mendapatkan ilmu kecuali dengan belajar. Ini bagian pertama. Namun, jarang ada yang meyakini atau berusaha mengamalkan bagian kedua. Untuk memperoleh keberkahan ilmu harus dengan khidmah. Bagian ini berisi dua kata kunci, yaitu berkah dan khidmah. Agar ilmu yang telah dipelajari berberkah, maka seorang penuntut ilmu harus berkhidmah. Apa yang dimaksud berkah? Apa pula maksud khidmah? Secara sederhana keberkahan ilmu atau ilmu yang berberkah dapat diartikan sebagai ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang telah dipelajari dengan susah-payah memberi manfaat baik bagi diri sendiri dan orang lain. Ilmu itu membawa manusia mendekat kepada Allah, bukan malah menjauh. Jika suatu ilmu menjauhkan manusia dari Allah, itu ciri ilmu itu tidak bermanfaat, walaupun ilmu itu misalnya, membawa kekayaan dan mengantarkan pelakunya kepada puncak popularitas. Keberkahan ilmu ini kurang lebih sama dengan keberkahan harta. Harta yang berberkah adalah harta yang mendekatkan pemiliknya kepada Allah, bukan malah membuatnya semakin jauh dari Allah. Walaupun banyak, jika hanya menjadi sarana maksiat, menambah dosa, maka harta dapat disebut tidak berkah. Begitu pula ilmu. Khidmah adalah satu satu cara meraih keberkahan ilmu. Khidmah dapat diterjemahkan dengan pengabdian. Jadi seorang penuntut ilmu adalah orang yang mengabdi, baik kepada gurunya, lembaga pendidikannya, atau kepada masyarakat pada umumnya. Tujuan utama dari khidmah adalah untuk menciptakan hubungan batin yang kuat antara murid dengan guru dan mendapatkan keridhaan guru. Jika guru sudah ridha kepada murid, itu alamat sang murid akan berhasil. Keridhaan guru merupakan keberhasilan pertama murid. Khidmah ada tiga macam. Khidmah pertama adalah khidmah bi nafs, yaitu khidmah dengan fisik atau tenaga. Khidmah ini bisa dilakukan dengan hal-hal kecil seperti merapikan sandal guru agar guru mudah memakai sandalnya kembali, mencuci kendaraan guru, atau membantu pekerjaan rumah guru. Para santri di pesantren-pesantren salafiyyah dapat menjadi contoh dalam khidmah jenis ini. Ada kisah menarik pada zaman kekhalifahan Harun ar-Rasyid. Dikisahkan dua putra khalifah menuntut ilmu ke Imam Al Kisa’i, seorang Ulama pakar bahasa Arab dan Al Quran. Imam Al Kisa’i menguasai Qiraah Sab’ah. Demikian tingginya adab dan khidmah kedua putra khalifah, mereka sampai berebut memakaikan sandal gurunya, Imam Al Kisa’i. Sekali lagi, berebut memakaikan sandal! Melihat tingkah kedua muridnya itu, sang Imam terkagum-kagum. Sang Imam lantas memerintahkan masing-masing memasang satu sandal. Khidmah kedua adalah khidmah bil maal, yaitu khidmah dengan harta. Khidmah dengan harta mungkin belum dapat dilakukan oleh murid sebab belum berpenghasilan. Khidmah dengan harta ini dapat dilakukan kelak jika murid memiliki penghasilan sendiri. Berkhidmah dengan harta misalnya dengan menyumbangkan harta untuk pembangunan pesantren. Khidmah ketiga adalah khidmah bi du’a, yaitu khidmah dengan cara mendoakan guru. Ya, mendoakan guru juga bagian dari khidmah. Dalam kitab Al-Bayan fi Madzhabi al-Imam asy-Syafii karya Abi al-Husain Yahya Ibn Abi al-Khair Al-Yamani Al-Syafi disebutkan perkataan Imam Ahmad bin Hanbal, murid Imam Syafi’i. Imam Ahmad berkata, “Aku mendoakan Imam asy-Syafi’i dalam shalat selama empat puluh tahun. Aku berdoa, “Ya Allah ampunilah aku, kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris asy-Syafi’i”. Semoga Allah memudahkan kita berkhidmah kepada guru-guru kita. Allhumma amin. Oleh Wahyudi Husain Editor Oki Aryono *Pengajar di Pondok Pesantren At-Taqwa, Depok
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..Bismillahi wal hamdu lillah , Wassholatu wassalamu ala Rasulilllah waala alihi waman walahSegala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam yang senantiasa mencurahkan rahmat kepada ummat manusia. Sebagai seorang muslim mencari ilmu adalah wajib hukumnya , banyak sekali hadist-hadist Nabi maupun ayat -ayat Al Qur'an yang menjelaskan tentang keutamaan mencari ilmu diantaranya adalah hadist " Man Arodad dunya fa'alaihi bil 'ilmi waman arodal akhirata fa'alaihi bil 'ilmi waman arodahuma fa'alaihi bil 'ilmi " yang artinya Barangsiapa yang ingin sukses didunia maka ia harus mengetahui ilmunya , barangsiapa ingin sukses di Akhirat maka ia harus mengetahui ilmunya dan barangsiapa ingin sukses di keduanya maka ia juga harus mengetahui ilmuanya. Jadi jelas sekali bahwa ilmu adalah kunci bagi siapapun yang ingin meraih kesuksesan tanpa ilmu tentu kesuksesan yang diimpikan hanya menjadi sebuah angan-angan yang tidak dapat terwujud dan untuk memiliki ilmu maupun keahlian tertentu maka seseorang harus hadist yang lain Nabi Muhammad SAW bersabda " Tholabul ilmi Faridhatun ala kulli muslimin Wamuslimatin " yang artinya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan HR .MuslimNamun tidak wajib menguasai semua ilmu sebab aktifitas manusia yang padat serta waktu yang terbatas tentu tidak memungkinkan untuk mempelajari semua ilmu pengetahuan oleh karena itu Syekih Al Zarnuji dalam kitabnya Ta'limul Mutaallim menjelaskan bahwa yang diwajibkan menurut agama islam adalah mempelajari ilmu Hal .Ilmu Hal adalah ilmu yang berkaitan dengan sesuatu yang sedang dilakukan oleh seseorang,misalnya seorang pedagang maka ia harus mengetahui cara berdagang yang sesuai dengan tuntunan syariat islam,jika ia petani maka ia harus mengetahui cara bertani yang sesuai dengan syariat islam , jika ia seorang pelaku usaha maka ia harus mengetahui cara-cara melakukan usaha yang sesuai dengan syariat islam sehingga terhindar dari perbuatan dosa saat menjalankan pekerjaanya seperti menipu,mengurangi timbangan dan lain dalam kitab tersebut juga dijelaskan ikhtiyar-ikhtiyar seseorang yang sedang mencari ilmu agar kelak mendapatkan ilmu yang bermanfaat diantaranya adalah hormat dan patuh kepada guru serta bersikap tawadhuk. Di dalam dunia pesantren sudah lazim berlaku bahwa murid harus menghormati dan mematuhi guru banyak kisah-kisah yang menceritakan seorang santri murid yang saat belajar di Pondok Pesantren terlihat biasa-biasa saja dan tidak menonjol dalam prestasi namun sepulang dari Pondok Pesantren ia menjadi Kyai yang sukses namun sebaliknya tidak sedikit santri yang saat belajar di Pondok Pesantren terlihat pandai namun ia sombong dan sering melanggar peraturan Pondok dan tidak menghormati gurunya akhirnya ia hidup sebagai orang biasa . Menghormati guru adalah sumber berkahnya ilmu ternyata tidak hanya berlaku didunia Pesantren namun dalam dunia Pendidikan modern pun kisah ada sesorang Mahasiswa di sebuah Perguruan Tinggi ,ia terkenal seorang yang sangat pandai dan cerdas hampir setiap mata kuiah yang akan disampaikan oleh dosen sudah ia kuasai namun sayangnya ia bersikap sombong terjadap teman - teman bahkan terhadap dosen. Ia sering dengan sengaja mempersiapkan pertanyaan yang sangat sulit namun ia dapat menjawabnya .ia ajukan pertanyaan tersebut didalam kelas kepada dosennya dengan tujuan mempermalukan dosennya tersebut dihadapan mahasiswa yang lain karena tidak bisa menjawab pertanyaan yang ia ajukan .Hal itu dilakukan berkali-kali dengan penuh sudah banyak yang mengingatkannya agar tidak berbuat demikian akan tetapi ia tetap dengan cerita beberapa puluh tahun kemudian teman - teman kuliahnya dan sudah menjadi orang-orang yang sukses berjumpa kembali dengannya dengan kondisi hidup kekurangan, pekerjaan tak pasti bahkan lebih banyak kasihan maka mereka memberikan bantuan selain itu juga memberikan nasehat agar ia mencari dosen yang dulu sering ia permalukan saat masih kuliah karena barangkali kesulitan hidupnya disebabkan karena gurunya masih sakit hati sering pu menuruti nasehat teman-temannya itu sehingga beberapa waktu kemudian ia bertemu dengan dosen yang dulu sering ia permalukan didepan para mahasiswa,ia pun menangis meminta maaf sehinggu Gurunya pun akhirnya ikhlas memberikan maaf dan mendoakan kebaikkan untuknya. 1 2 Lihat Sosbud Selengkapnya
Keberkahan adalah sesuatu yang sulit diukur dengan parameter yang bersifat khissi konkret. Para ulama mendefinisikan البَرَكَةُ dengan النماء والزيادة bertambah dan berkembang. Al Asfahani mendefinisikan بَرَكَةٌ’, yaitu tsubut alal khoir al ilaahi fii syai’, yaitu menetapnya kebaikan dari Allah kepada sesuatu. Definisi lain berkah adalah al-khair al-katsir al-mutayazid al-mutadawim, yaitu kebaikan yang banyak terus menerus bertambah”. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberkahan ilmu, yaitu adab orang tua kepada pendidik, adab dari sang anak dan adab seorang pendidik itu sendiri, apakah ia mendidik masih bertendensi pada keduniawian. Dari beberapa faktor tersebut, mengapa semua itu terkaitkan dengan adab? Jawabannya Adab atau akhlaqul karimah adalah perintah Allah Swt. dan Rasul-Nya secara syar’i, banyak sekali hadis ataupun riwayat yang menjelaskan tentang khusnul khuluq atau adab, bahkan sebagiannya Rasulullah Saw. kaitkan dengan tingkat keimanan seseorang dengan hari akhir. Sebagaimana hadis, مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ “Barang siapa yang beriman dengan hari akhir maka hendaklah memuliakan tetangganya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah memuliakan tamu.” Hr. Bukhari dan Muslim Pentingnya Khusnul Khuluq atau ta’addub kepada orang yang berilmu. Allah menegaskan dalam sebuah ayat, يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ “Allah Swt. mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat di atas yang lain”. Al Mujadilah 11 Ayat tersebut menjelaskan tentang kemuliaan orang berilmu, maka adalah sebuah pelanggaran kepada Allah Swt. apabila tidak memuliakan orang yang Allah angkat/muliakan derajatnya. Adapun pula pendidik adalah orang yang dikatakan Allah, خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ Yaitu orang terbaik dimana ia mengajarkan al Qur’an dan mengajarkannya kepada orang lain. Dari hadis itu Allah statuskan para pendidik sebagai khairunnas, sebaik-baik manusia. Baca juga Pendidikan yang Memanusiakan Pendidik juga adalah manusia yang disabdakan Rasulullah Saw. “Sesungguhnya Allah, para malaikat Nya, penduduk langit dan bumi sampai semut di sarangnya dan ikan di lautan turut mendoakan kebaikan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia “ HR. At-Tirmidzi Bilamana orang tua tiada lagi ihtirom kepada mu’allim, bisa dikatakan bahwa ia melawan semesta, padahal semesta telah memuliakannya. Konsep yang diterapkan para mu’allim dalam pendidikan khususnya kuttab yaitu, “الأدب قبل العلم و الإيمان قبل القرآن” Adab sebelum ilmu, iman sebelum Qur’an Setiap orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang beradab, hal ini tidak akan tercapai bilamana tidak ada qudwah dari orang tua. Metode teladan yang baik’ adalah cara yang efektif untuk menumbuhkan adab anak. Salah satu qudwah shalihat yaitu menempatkan adab orang tua, ihtirom kepada mu’allim sang anak. Sebagaimana Ali bin abi Thalib pernah berkata, “Aku adalah hamba bagi orang-orang yang mengajarkan ilmu walaupun satu huruf”. Dari perkataan Ali Radhiyallahu anhu dapat disimpulkan, bahwa orang yang mengajarkan ilmu walaupun satu huruf, maka ialah tuannya, Sedangkan para pendidik mengajarkan tak hanya satu huruf. Baca juga Mengajar Era Lalu dimana letak keberkahan ilmu sang anak? Pertama, sebuah motivasi bagi para mu’allim, di antara yang menguatkan seorang pendidik adalah sikap wali santri yaitu ihtiram kepada mu’allim sang anak. Bilamana mereka menguatkan, mendukung penuh terhadap proses pendidikan sang anak, maka hal itu menjadi motivasi bagi mu’allim, sehingga hasil tarbiyah kepada anak didik pun akan semakin kuat. Kedua, syukur kepada Allah. من لا يشكر الناس لا يشكر الله’ Barangsiapa yang tidak berterimakasih kepada orang yang berjasa mendidik anak kita, dia belum berterimakasih kepada Allah Swt. Maka dari itu, penting sekali berterimakasih kepada siapapun yang berbuat baik dan Allah akan tambahkan nikmat-Nya kepadanya, لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu…” Apabila seseorang telah bersyukur, maka sempurnalah kesyukuran kita kepada orang-orang yang telah berbuat baik. Wallahu a’lam. Source Ceramah Dr. Hakimuddin Salim, Lc., disampaikan saat POMG Kuttab Ibnu Abbas Klaten, Jum’at 18 Desember 2021. Redaktur Luthfi Nur Azizah
JAKARTA — Sejarah mencatat betapa hormatnya para ilmuwan muslim atau ulama pada gurunya. Mengapa, rasa hormat kepada sang guru akan mendatangkan rahmat dan kemuliaan. Tersebutlah seorang ulama yang disegani bahkan oleh penguasa ketika itu. Ia adalah Fakhruddin al-Arsabandi. Dalam ketenarannya, ia mengungkap sebuah rahasia atas rahmat Allah yang luar biasa didapatkannya. “Aku mendapatkan kedudukan yang mulia ini karena berkhidmat melayani guruku,” ujar sang Imam. Ia menuturkan, khidmat yang dia berikan kepada gurunya sungguh luar biasa. Gurunya Imam Abu Zaid ad-Dabbusi benar-benar dilayaninya bak seorang budak kepada majikan. Ia pernah memasakkan makanan untuk gurunya selama 30 tahun tanpa sedikit pun mencicipi makanan yang disajikannya. Begitulah cara orang-orang terdahulu mendapatkan keberkahan ilmu dari memuliakan gurunya. Mencintai ilmu berarti mencintai orang yang menjadi sumber ilmu. Menghormati ilmu berarti harus menghormati pula orang yang memberi ilmu. Itulah guru. Tanpa pengajaran guru, ilmu tak akan pernah bisa didapatkan oleh si murid. Dalam literatur pendidikan Islam, jelas terpampang bahwa pelajaran pertama yang diterima seorang murid adalah bab Adabu Mu’allim wa Muta’allim adab antara guru dan murid. Dari kitab manapun, mestilah pembelajaran dimulai dari bab ini. Si murid perlu dipahamkan, dari siapa ia menerima ilmu karena dalam pembelajaran ilmu-ilmu Islam sangat memperhatikan sanad validitas. Berbeda dengan sesuatu yang bersifat nasihat. Nasihat tak perlu memandang dari mulut siapa keluarnya nasihat itu. Berlakulah di sana pepatah Arab, unzur ma qala wala tanzur man qala lihatlah kepada apa yang dikatakan, jangan melihat siapa yang mengatakannya. Namun, bagi ilmu-ilmu Islam sejenis tafsir, hadis, akidah, dan cabang ilmu sejenisnya, perlu diperhatikan dari siapa si murid menerimanya. Inilah yang dipesankan Muhammad bin Sirin, “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Maka lihatlah dari siapa engkau mengambil agamamu.” Fakhruddin al-Arsabandi benar-benar memperhatikan sang guru sebagai tempat ia mengambil ilmu. Ia tak ubahnya seperti budak di hadapan gurunya. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Ali bin Abi Thalib RA yang pernah mengatakan, “Siapa yang pernah mengajarkan aku satu huruf saja, maka aku siap menjadi budaknya.” Ali RA mencontohkan, sekecil apa pun ilmu yang didapat dari seorang guru tak boleh diremehkan. Imam Syafi’i pernah membuat rekannya terkagum-kagum karena tiba-tiba saja ia mencium tangan dan memeluk seorang lelaki tua. Para sahabatnya bertanya-tanya, “Mengapa seorang imam besar mau mencium tangan seorang laki-laki tua? Padahal masih banyak ulama yang lebih pantas dicium tangannya daripada dia?” Imam Syafi’i menjawab, “Dulu aku pernah bertanya padanya, bagaimana mengetahui seekor anjing telah mencapai usia baligh? Orang tua itu menjawab, “Jika kamu melihat anjing itu kencing dengan mengangkat sebelah kakinya, maka ia telah baligh.” Hanya ilmu itu yang didapat Imam Syafi’i dari orang tua itu. Namun, sang Imam tak pernah lupa akan secuil ilmu yang ia dapatkan. Baginya, orang tua itu adalah guru yang patut dihormati. Sikap sedemikian pulalah yang menjadi salah satu faktor yang menghantarkan seorang Syafi’i menjadi imam besar. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
keberkahan ilmu dari guru